Senin, 07 Januari 2013


FISIOLOGI, KERUSAKAN dan  TEKNOLOGI PASCA PANEN ALPUKAT (Persea americana Mill)






Oleh:
Kartika Candra W.      (0811013053)

Kelas: D


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

BAB I. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan pertanian 7,7 juta hektar sehingga memiliki bermacam- macam hasil produk hortikultura. Buah- buahan sebagai salah satu komoditi hortikultura memiliki potensi untuk dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Negara tujuan ekspor Indonesia untuk komoditi hortikultura adalah Singapura, Cina, Taiwan, Hongkong, Belanda, Prancis, Spanyol dan Timur Tengah.
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah yang  berasal dari dataran rendah atau tinggi Amerika Tengah. Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Kandungan alpukat yang tinggi lemak yakni 6,50- 25,18 gram per 100 gr. Lemak yang terdapat dalam alpukat sebagian besar berupa asam lemak tak jenuh tunggal yang lebih dibutuhkan oleh manusia. Selain itu, manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat tradisional (obat batu ginjal, rematik).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun  1997- 2010 produktivitas alpukat di Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan yaitu pada tahun 1997 mencapai 129,952 ton sedangkan tahun 2010 mencapai 225,143 ton. Namun, pada kenyataannya buah alpukat belum ditangani dengan tepat karena belum diketahui potensinya secara luas sehingga belum mendapat perhatian yang khusus dari masyarakat.
Diperkirakan lebih dari 30% komoditas buah, sayur, dan bunga segar di Indonesia mengalami kerusakan setelah sampai di tangan konsumen, akibat penanganan yang kurang baik. Penanganan pasca panen seperti pengangkutan, sortasi, pengemasan dan penyimpanan yang tidak tepat dapat mempengaruhi tingkat perubahan mutu komoditi. Penyebab utama kerusakan akibat pasca panen ini dapat berupa kerusakan fisik, mekanik, biologi, kimia, maupun mikrobiologi. Oleh karena itu, perlunya penanganan pasca panen yang tepat agar buah alpukat masih dalam kondisi yang baik hingga ke tangan konsumen.

B.     Tujuan
Untuk lebih mengetahui fisiologi pasca panen buah alpukat meliputi pemanenan dan penanganan pasca panen, kerusakan- kerusakan dan teknologi penanganan pasca panen.


Rumusan Masalah
  1. Bagaimana fisiologi pasca panen buah alpukat?
  2. Apa saja penyebab kerusakan buah alpukat?
  3. Teknologi pasca panen apa saja yang diterapkan untuk menjaga mutu  buah alpukat?



BAB II. ISI

Produk hortikultura yang telah dipanen dari induk tanamannya masih melakukan aktivitas metabolisme namun aktivitas metabolismenya tidaklah sama dengan pada waktu produk tersebut masih melekat pada induknya. Berbagai macam stress atau gangguan dialaminya mulai dari saat panen, penanganan pascapanen, distribusi dan pemasaran, ritel dan saat ditangan konsumen sebelum siap dikonsumsi atau diolah. Stress terjadi karena kondisi hidupnya tidak pada kondisi normal saat di lapangan. Kondisi stress diakibatkan oleh perlakuan-perlakuan pascapanennya seperti kondisi suhu, atmosfer, sinar serta perlakuan-perlakuan fisik diluar batas kehidupan normalnya. Stress adalah gangguan, hambatan atau percepatan proses metabolisme normal sehingga dipandang tidak menyenangkan atau suatu keadaan negatif.
Produk tanaman yang telah dipanen, tidak hanya menjadi subjek stress mekanis saat dilepaskan dari tanaman induknya tetapi juga subjek dari satu seri stress selama periode pascapanennya. Sebagai konsekwensinya, periode pascapanen dapat dipandang sebagai peiode manajemen stress.  Pasca panen merupakan kegiatan penting setelah pemanenan yang bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam kondisi baik dan sesuai atau tepat untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan.
Penanganan pasca panen buah alpukat (Persea americana Mill) yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah “rusak” (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti  buah keriput, terlalu matang, dll. Penanganan pasca panen yang baik akan menekan kehilangan (losses), baik dalam kualitas maupun kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas sampai komoditas tersebut tidak layak pasar (not marketable) atau tidak layak dikonsumsi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada pasca panen hasil tanaman tidak dapat dihentikan, tetapi hanya dapat diperlambat. Keberhasilan penanganan pasca panen sangat ditentukan dari tindakan awalnya, yaitu panen dan penanganan pasca panen yang baik harus dimulai sedini mungkin, yaitu segera setelah panen.

a.      Fisiologis Alpukat
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan atau ras, yaitu ras Meksiko, ras Guatemala, ras Hindia Barat. Sedangkan varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu varietas unggul dan varietas lain.Varietas unggul memiliki sifat antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat hijau panjang dan hijau bundar.Varietas lain adalah alpukat merah panjang, merah bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
1.   Panen
1. 1   Ciri dan Umur Panen
      Cara penentuan waktu panen yaitu dengan menentukan “kematangan”  yang tepat dan saat panen yang sesuai, yaitu:
·   Cara visual atau penampakan : misal dengan melihat warna kulit, bentuk buah, ukuran, perubahan bagian tanaman seperti daun mengering dan lain-lain. Buah alpukat masak secara visual bila warna kulit buah tua tapi belum menjadi coklat, dan tidak mengkilap.
·   Cara fisik : misal dengan perabaan, buah lunak, umbi keras, buah mudah dipetik  dan lain-lain. Buah alpukat masak bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring, dan bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
·   Cara komputasi, yaitu menghitung umur tanaman sejak tanam atau umur buah dari mulai bunga mekar. Buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar.
·   Cara kimia, yaitu dengan melakukan pengukuran atau analisis kandungan zat atau senyawa yang ada dalam komoditas. Untuk buah alpukat yang akan di ekspor biasanya kadar lemak minimal aplukat sebesar 8%, Sedangkan buah alpukat lokal kadar lemak tidak terlalu diperhatikan.


1.2    Cara Panen
               Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat atau galah yang diberi tangguk kain atau goni pada ujungnya atau tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik atau dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.
1.3    Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen dapat terjadi setiap bulan.
1.4    Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang dapat diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg.

2. Pasca Panen
   2.1 Pencucian
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang menempel sehingga mempermudah penggolongan atau penyortiran. Cara pencucian tergantung pada kotoran yang menempel.
2.2 Penyortiran
Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan memilih buah yang baik dan memenuhi syarat, buah yang diharapkan adalah yang memiliki ciri sebagai berikut:
1.   Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.
2.   Cukup tua tapi belum matang.
3.   Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar dalam 1 kg terdiri dari 3 buah atau berbobot maksimal 400 g.
4.   Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak adalah yang berbentuk lonceng. Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen luar negeri adalah buah alpukat yang dagingnya berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.
2.3 Grading dan Standartisasi
Grading adalah pemilahan berdasarkan kelas kualitas. Biasanya dibagi dalam kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan seterusnya. Tujuan dari tindakan grading ini adalah untuk memberikan nilai lebih (harga yang lebih tinggi) untuk kualitas yang lebih baik. Untuk buah alpukat, berdasarkan beratnya dapat digolongkan dalam 3 macam ukuran, yaitu:
a)      Alpukat besar: 451 – 550 gram/ buah
b)      Alpukat sedang : 351 – 450 gram/ buah
c)       Alpukat kecil : 250 – 350 gram/ buah
Standarisasi merupakan ketentuan mengenai kualitas atau kondisi komoditas berikut kemasannya yang dibuat untuk kelancaran tataniaga/pemasaran. Standarisasi pada dasarnya dibuat atas persetujuan antara konsumen dan produsen, dapat mencakup kelompok tertentu atau wilayah atau Negara atau daerah pemasaran tertentu. Standar mutu buah alpukat diterangkan pada Table 1.
Tabel 1. Standar Mutu I dan Mutu I Buah Alpukat
Kriteria mutu
Mutu I
Mutu II
Kesamaan sifat varietas
Seragam
Seragam
Tingkat ketuaan
Tua, tidak terlalu matang
Tua, tidak terlalu matang
Bentuk
Normal
Kurang Normal
Tingkat kekerasan
Keras
Keras
Ukuran
Seragam
Kurang seragam
Tingkat kerusakan
maksimum (%)
5,0
10,0
Kadar kotoran
1,0
2,0
Tingkat pembusukan
maksimum (%)
Bebas
Bebas
Sumber: BPPT, 2005
Keterangan:
a)  Kesamaan sifat varietas
Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot buahnya sama dalam hal bentuk, tekstur, warna daging buah, dan warna kulit buah.
b)  Tingkat ketuaan
Dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat pertumbuhan yang menjamin dapat tercapainya proses kematangan yang sempurna. Dinyatakan terlalu matang apabila daging buah lunak atau telah berubah warna dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya.
c)  Bentuk
Dinyatakan normal apabila bentuknya normal menurut varietasnya. Dinyatakan kurang normal apabila bentuknya agak menyimpang dari bentuk normal menurut varietasnya, tetapi tidak mempengaruhi kenampakannya.
d)  Kekerasan
Dinyatakan keras apabila buah terasa cukup keras saat ditekan sedikit dengan jari tangan (tidak lunak), meskipun kulit sedikit lemas tetapi tidak keriput.
e)  Ukuran
Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot berukuran seragan menurut golongan ukurannya berdasarkan berat perbuah yang telah ditentukan, dengan toleransi maksimum 5 %. Dinyatakan kurang seragam apabila dalam satu lot berukuran tidak seragam menurut golongan ukurannya berdasarkan berat buah yang telah ditentukan, dengan toleransi maksimum 10 %.
f)   Kotoran
Dinyatakan bebas bersih apabila bebas dari kotoran atau benda asing lainnya seperti tanah, bahan tanaman, dan lain- lain yang menempel pada buah atau pada kemasan yang dapat mempengaruhi kenampakannya. Bahan penyekat (pembungkus) tidak dianggap sebagai kotoran.
g)   Kerusakan
Dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan biologis, fisiologis, mekanis, dan sebab-sebab lain yang mengenai 10 % atau lebih dari permukaan buah.
h)  Pembusukan
Dinyatakan busuk apabila mengalami kerusakan atau cacat seperti tersebut diatas sedemikian rupa sehingga daging buahnya tidak dapat dipergunakan (BPPT, 2005).          
2.4 Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasan ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di tempat tujuan. Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung diletakkan di tempat yang kering dan bersih.
Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap dikonsumsi), maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan cara tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.
2.5 Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas. Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda lagi, yaitu umumnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat. Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue, kemudian diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari potongan karton.

b.      Kerusakan Alpukat
1.      Kerusakan Biologi
Kerusakan  biologis pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran disebabkan oleh adanya  respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan faktor morfologis atau anatomis, serta suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.
Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukkan kecenderungan lebih cepat rusak. Pengurangan laju respirasi sampai batas minimal pemenuhan kebutuhan energi sel tanpa menimbulkan fermentasi akan dapat memperpanjang umur ekonomis produk nabati. Manipulasi faktor ini dapat dilakukan dengan teknik pelapisan (coating), penyimpanan suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir ruang penyimpan.
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju transpirasi
dipengaruhi oleh faktor internal (morfologis/anatomis, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfir.












(Ir. I Made S. Utama, MS.,PhD., Forum Konsultasi Teknologi)

Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan kelayuan. Keberadaan etilen akan mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence), oleh sebab itu untuk tujuan pengawetan senyawa ini perlu disingkirkan dari atmosfir ruang penyimpan dengan cara menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada produk, atau mengoksidasi etilen dengan KMnO4 atau ozon.

(Ir. I Made S. Utama, MS.,PhD., Forum Konsultasi Teknologi)

2. Kerusakan Patologis dan Kerusakan Fisik
Kerusakan produk nabati dapat terjadi karena aktivitas bakteri atau jamur, dan akibat
serangan mikroorganisme ini timbul kerusakan fisik dan fisiologis. Sebaliknyapun akibat kerusakan fisik karena penanganan yang tidak benar bisa juga memicu pertumbuhan mikroorganisme.
2.1 Hama pada Daun
1)   Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala.
Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi tanaman tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.
Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung bahan aktif monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter atau Azodrin 15 WSC dengan dosis 2-3 cc/liter.
2)   Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm dengan warna coklat kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih, panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna coklat.
Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun.
Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat. 
3)   Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig coklat. Hama ini mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga daun menjadi hitam dan semut berdatangan.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terganggu. Pada serangan yang hebat tanaman akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat, misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8 gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.
4)   Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri Risso
Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye, tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, mempunyai tonjolan di tepi tubuh dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di bagian pantatnya.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai bunga, tangkai buah, dan buah yang terserang akan terlihat pucat, tertutup massa berwarna putih, dan lama kelamaan kering.
Pengendalian: Disemprot dengan  insektisida yang mengandung bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau karbaril. Misalnya anthion 30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari konsentrasi fomula.
5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan, sedangkan tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki dan bagian mulut putih, ukuran tubuh 0,5 mm.
Gejala: Permukaan daun berbintik-bintik kuning yang kemudian akan berubah menjadi merah tua seperti karat. Di bawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang hebat dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok. Pengendalian: Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang mengandung bahan aktif dikofol dan, dengan dosis 0,6-1 liter/ha.
2.2    Hama pada Buah
1)       Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada berwarna coklat tua bercak kuning/putih dan bagian perut coklat muda dengan pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada saat masih muda dan kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm.
Gejala: Terlihat bintik hitam atau bejolan pada permukaan buah, yang merupakan tusukan hama sekaligus tempat untuk meletakkan telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk karena dimakan larva.
Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida dapat dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik adalah memusnahkan semua buah yang terserang atau membalik tanah agar larva terkena sinar matahari dan mati.
2)       Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya lebih kecil menyerang buahbuahan pada malam hari.
Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas gigitan. Buah yang terserang hanya yang telah tua, dan bagian yang dimakan adalah daging buahnya saja.
Pengendalian: Menangkap codot menggunakan jala/menakut-nakutinya menggunakan kincir angin yang diberi peluit sehingga dapat menimbulkan suara.


2.3    Hama pada Cabang atau Ranting
1)   Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna coklat tua dan berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm.
Gejala: Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau ranting. Terowongan itu dapat semakin besar sehingga makanan tidak dapat tersalurakan ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati. Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon yang terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.
2.4    Penyakit yang disebabkan Jamur
1)   Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya berwarna jingga.
Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman, kecuali akar. Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga, buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur.
Pengendalian: Pemangkasan ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak awal (sudah tua tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 minggu sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2)   Bercak daun atau bercak cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menyukai tempat lembab.
Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua di permukaan daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah menjadi bintik-bintik kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang dapat dimasuki organisme lain.
Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang mengandung benomyl, dengan dosis 1-2 gram/liter atau dapat juga dengan mengoleskan bubur Bordeaux.
3)    Busuk akar dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung bahan organik, menyukai tanah basah dengan drainase jelek.
Gejala: Bila tanaman yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terganggu, tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon.  Bila batang tanaman yang terserang maka akan tampak perubahan warna kulit pada pangkal batang.
Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang kemudian diganti dengan tanaman yang baru.
4)   Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada lukapada permukaan buah.
Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan kecil.
Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80 WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
3. Kerusakan Oleh Sensitivitas Terhadap Suhu
Ekspose komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan fisiologis yang bisa berupa : (1) Freezing injuries karena produk disimpan di bawah suhu bekunya; (2) Chilling injuries umum pada produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan
diantara 5 – 15 oC tergantung sensitivitas komoditi; (3) Heat injuries terjadi karena ekspose sinar matahari atau panas yang berlebihan. Untuk menjaga mutunya, produk-produk hortikultura (buah-buahan dan sayuran) memerlukan suhu penyimpanan tertentu, seperti terlihat pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Penyimpanan beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu rendah


Kulit alpukat sering berbintik-bintik hitam dan pada dagingnya sering terjadi perubahan warna terutama di sekitar biji dan pada serat-serat daging buah. Untuk mencegah hal tersebut buah alpukat yang masih keras atau belum masak sebaiknya disimpan pada suhu 7.5°C. Sedangkan buah yang sudah masak dapat disimpan pada suhu sekitar 0°C.

c.       Teknologi Pasca Panen Alpukat
1.      Pelilinan
Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditaas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi (Roosmani, 1975). Dengan demikian lapisan lilin dapat menekan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Konsentrasi lilin optimal untuk produk hortikultura dapat dilihat pada Table 5.
Tabel 5. Konsentrasi Emulsi Lilin Optimal Pada Beberapa Komoditas Hortikultura.
Komoditas
Konsentrasi lilin optimal (%)
Alpukat
4
Apel
8
Mangga Alphonso
6
Jeruk
12
Nanas
6
Pepaya
6
Pisang Raja
9
Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah 2008
Pelapisan lilin pada buah-buahan pada umumnya menggunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4%- 12%. Komposisi dasar lilin 12% dapat dilihat pada table 6. Sedangkan kepekatan emulsi lilin yang ideal untuk buah alpukat adalah emulsi lilin 4%. Untuk membuat lapisan lilin 4% dilakukan pencampuran emulsi lilin 12% dengan 2 liter air.
Tabel 6. Komposisi Dasar Emulsi Lilin 12%
Bahan Dasar
Komposisi
Lilin lebah
120 mililiter
Trietanolamin
40 mililiter
Asam oleat
20 mililiter
Air panas
820 mililiter
Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah 2008
Pembuatan emulsi lilin standar dilakukan dengan cara memanaskan 120 ml lilin dalam panic (90-950C). Asam oleat sebanyak 20 ml ditambahkan kedalam cairan lilin dengan menuangkannya secara perlahan dan diaduk sahingga merata. Kemudian ditambahkan trietanolamin sebanyak 40 ml dan terus diaduk dengan suhu dipertahankan stabil. Campuran yang telah terbentuk dibiarkan dan didinginkan selama 10 menit, kemudian ditambahkan air sehingga volume mencapai 1 liter.
Tabel 7. Formulasi Pengenceran Emulsi Lilin
Emulsi lilin (%)
Perbandingan volume
(Emulsi 12% : Air dalam liter)
2
1:5
4
1:2
6
1:1
8
1:0,5
10
1:0,2
Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah 2008
Sehingga dapat diketahui bahwa untuk membuat emulsi lilin 4% maka emulsi lilin 12% (standar) ditambahkan dengan 2 liter air.
Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan terlalu tipis maka usaha dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi kurang efektif. Jika lapisan terlalu tebal maka kemungkinan hampir semua pori-pori tertutup. Apabila semua pori-pori tertutup maka akan mengkibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi tanpa menggunakan O2 sehingga sel melakukan perombakan di dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih cepat dari keadaan yang normal (Roosmani, 1975). Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan penghembusan, penyemprotan, pencelupan (30 detik) atau pengolesan (Pantastico, 1986).
2.       Perlakuan Panas
Secara normal buah dan sayur tidak akan rusak pada perlakuan panas dengan suhu 42-600C, namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti kematangan, jenis, ukuran buah, dan kararakteristik morfologinya serta lama perlakuan. Suhu dan waktu adalah dua hal penting yang harus diperhatikan untuk membunuh hama-hama tanpa menyebabkan kerusakan. Pada buah alpukat, perlakuan panas dapat dilakukan dengan cara penyemprotan ataupun pencelupan dalam air panas. Perlakuan panas sebaiknya dilakukan pada suhu 450C selama 20 menit. Hal ini dilakukan agar spora, telur, ataupun larva yang telah terinvestasi dalam buah dapat hilang dan tidak merusak lapisan lilin pada buah alpukat.

  1. Modifikasi Komposisi Udara dan Penyimpanan Suhu Rendah
Teknik penyimpanan CAS merupakan penemuan yang sangat penting dalam sistem pasca panen hasil hortikultura buah dan sayuran. Teknik ini bila dikombinasikan dengan teknik pendinginan akan mampu mencegah aktivitas pernapasan dan mungkin akan dapat menghambat prsoes pengempukan, penguningan dan kemunduran mutu.
Suhu udara dalam CAS dapat diatur dan dipertahankan dengan menempatkan komoditi tersebut dalam ruang yang kedap udara. Karena terjadi pernapasan dan konsentrasi O2 menurun, kadar CO2 dapat juga diatur menurut dosis yang dikehendaki dengan cara penggunaan senyawa penyerap CO2 biasanya digunakan NaOH bila konsentrasi CO2 meningkat tinggi sekali. Cara lain yaitu dengan  menghembuskan udara yang konsentrasi gas-gasnya telah diatur khususnya CO2, N2 dan O2 ke dalam ruang penyimpanan.
Kondisi penyimpanan CAS untuk beberapa jenis komoditi tidak sama. Kadar dan Moris (19/17) telah menyarankan suatu pedoman yang menunjukkan batas toleransi komoditi hortikultura terhadap kadar CO2 tinggi dan O2 rendah, khususnya terbatas pada suhu penyimpanan tertentu, seperti ketentuan untuk alpukat yaitu:
 [O2 ] = 3 – 5%; [CO2] = 3 – 5%; suhu 5 - 7°C; umur simpan bertambah 1 bulan.



BAB III. PENUTUP

a.      Kesimpulan
o   Pasca panen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah komoditas pertanian selesai dipanen dengan tujuan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah alpukat hingga sampai ke tangan konsumen.
o   Tindakan pasca panen alpukat yang baik harus didasarkan pada 2 hal penting yakni waktu pemanenan dilihat secara visual, fisik, maupun menghitung umur panennya dan teknik pemanenan yang baik dengan menggunakan tangan atau dipetik.
o   Kegiatan penanganan pasca panen buah alpukat meliputi pencucian, sortasi, gradding dan standartisasi, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan.
o    Teknologi perlakuan pasca panen dengan pelilinan, pemanasan dan modifikasi komposisi udara dan penyimpanan.


DAFTAR PUSTAKA

BPPT. 2005. Alpukat (Persea Americana, Mill). http://www.ristek.go.id.
Diakses pada tanggal 15 Mei 2012.
Pantastico,E.B. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Peneerjemah Kamaryani. UGM Press. Yogyakarta.
Roosmani, A.B. 1975. Percobaan Pendahuluan Terhadap Buah-buahan dan Sayur-sayuran Indonesia. Buletin Penelitian Hortikutura LPH Pasar Minggu. 3 (2): 17-21. Jakarta.
Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. http://www.deptan.go.id/pesantren/agri-online/phguides/indo/alpukat.htm
Diakses pada tanggal 13 Mei 2012.
Utama, I Made Supartha. 2010. Pengendalian Organisme Pengganggu Pascapanen Produk Hortikultura dalam Mendukung GAP http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/2-pengendalian-organisme-pengganggu-pascapanen-produk-hortikultura-dalam-mendukung-gap.pdf Diakses pada tanggal 13 Mei 2012.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar